Jurnal Teknik Sumber Daya Air
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda
<p><img src="https://jtsda.hathi.id/public/site/images/admin_jtsda/whatsapp-image-2022-07-05-at-11.51.39.jpg" alt="cover depan JTSDA" width="317" height="450" /></p> <p>Jurnal Teknik Sumber Daya Air (JTSDA) adalah jurnal berbahasa Indonesia yang memuat naskah ilmiah dalam bidang Teknik Sumber Daya Air dengan proses review secara <em>double-blind peer-reviewed</em>. JTSDA terbit 2 (dua) kali dalam setahun, <em>open access</em>, menerima berbagai tipe naskah, baik naskah penelitian (<em>research articles</em>), naskah kasus teknik (<em>technical notes</em>), ataupun naskah ulasan (<em>review articles</em>). Ketiga tipe naskah JTSDA tersebut mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak sumber daya air, sistem informasi sumber daya air, serta kelembagaan sumber daya air. JTSDA diterbitkan oleh Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) dengan No. ISSN 2407-1048 (cetak) dan No. ISSN 2962-8105 (<em>online</em>). </p>Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI)en-USJurnal Teknik Sumber Daya Air2407-1048<p><a href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/" rel="license"><img src="https://i.creativecommons.org/l/by-sa/4.0/88x31.png" alt="Creative Commons License" /></a><br />This work is licensed under a <a href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/" rel="license">Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License</a>.</p>Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Skematisasi Model Numerik 2D
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/96
<p>Kemunduran garis pantai adalah permasalahan yang mendominasi kerusakan pantai di Indonesia. Penanganannya memerlukan analisis yang tepat, sehingga solusi terpilih mampu menjawab permasalahan yang ada. Untuk kemunduran garis pantai akibat erosi, model numerik merupakan alat yang sesuai karena dapat digunakan untuk memprediksi kejadian dalam jangka waktu panjang serta mencakup wilayah yang luas. Model 1D merupakan yang sering digunakan karena penggunaannya yang relatif mudah dan perilakunya mudah diprediksi. Namun, model ini memiliki keterbatasan dalam meninjau dampak dari adanya bangunan pantai, terutama yang melibatkan proses morfologi di area <em>downdrift </em>bangunan pantai atau <em>bypassing </em>sedimen. Oleh karena itu, penggunaan model 2D menjadi alternatif dalam proses analisis perubahan garis pantai akibat melibatkan proses fisik yang lebih detil dalam simulasinya. Namun, penggunaan model 2D terkendala oleh lebih banyaknya sumber daya komputasi yang diperlukan. Pada tulisan ini, kinerja hasil simulasi dengan penggunaan skematisasi pada model 2D dikaji untuk mengetahui dampak penyederhanaan pengaturan model dalam analisis perubahan garis pantai akibat penanganan dengan bangunan pantai dengan kasus pada Pantai Manggar Segarasari menjadi daerah percontohan. Penyederhanaan ini mencakup metode <em>forcing </em>dan interaksi dari tiap kejadian fisik yang mengatur perubahan morfologi. Hasil dari simulasi dengan beberapa kombinasi bangunan menunjukkan bahwa model cukup sensitif terhadap konfigurasi bangunan yang disimulasikan. Tiap skenario menghasilkan respon yang cukup berbeda untuk dapat diambil sebuah kesimpulan. Namun, teramati juga hasil yang tidak realistis akibat efek dari tidak adanya umpan balik dari perubahan morfologi terhadap respon hidrodinamika, sehingga metode ini lebih disarankan untuk analisis kualitatif, namun tetap perlu diiringi dengan suatu kuantifikasi untuk mempermudah perbandingan kinerja.</p>Irham Adrie HakikiCahyo Nur Rahmat NugrohoRd. Indra Anggun GemilangM. Hendro SetiawanAdi Prasetyo
Copyright (c) 2024 Irham Adrie Hakiki, Cahyo Nur Rahmat Nugroho, Rd. Indra Anggun Gemilang, M. Hendro Setiawan, Adi Prasetyo
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.96Validasi Akurasi Data Curah Hujan Per-Jam GSMaP Menggunakan ARR Tersebar di Sulawesi Selatan
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/93
<p>Data hujan adalah kebutuhan yang sangat penting dalam berbagai kegiatan. Adanya keterbatasan sebaran titik stasiun hujan menyebabkan keterbatasan data hujan di suatu daerah. Salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah penggunaan data satelit seperti GSMaP. Untuk mendukung penggunaan data curah hujan satelit di suatu daerah, maka perlu dilakukan pengujian akurasi data untuk mengetahui karakteristik error yang dihasilkan. Tujuan dari peneltian ini untuk memvalidasi tingkat akurasi data curah hujan skala jam - jaman GSMaP dalam mengestimasi curah hujan di wilayah Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan data ARR. Metode validasi akurasi dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi (r), Root Mean Square Error (RMSE), dan Relative Bias (RB) yang dilakukan berdasarkan klasifikasi kelas hujan yaitu ringan, sedang, lebat dan sangat lebat. Hasil dari validasi akurasi menunjukkan bahwa data curah hujan satelit GSMaP dan data curah hujan terukur pada skala jam – jaman memiliki hubungan yang kuat dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi 0,6–0,9. Jika ditinjau dari nilai RB dan RMSE, maka data hujan GSMaP pada intensitas hujan ringan cenderung over-estimated dari data hujan terukur, kemudian cenderung under-estimated pada intesitas hujan sedang hingga sangat lebat. Secara umum, data curah hujan satelit GSMaP masih memiliki error terhadap data pengamatan meskipun kemampuan mendeteksi curah hujannya sudah baik. Hal ini menunjukkan data curah hujan GSMaP dapat diandalkan untuk estimasi curah hujan di wilayah yang tidak memiliki titik pengamatan, namun pada daerah yang memiliki data terukur tetapi panjang data terbatas sebaiknya data satelit tersebut dilakukan koreksi/kalibrasi terlebih dahulu karena masih terdapat error. </p>Muhammad Rifaldi MustaminFarouk MaricarRita Tahir LopaRiswal Karamma
Copyright (c) 2024 Muhammad Rifaldi Mustamin, Farouk Maricar, Rita Tahir Lopa, Riswal Karamma
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.93Pengembangan Model Empiris Penentuan Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan Padi Sawah Hemat Air
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/94
<p>Currently, in KP-01 the determination of irrigation water requirements for land preparation (KAIPL) for rice fields is still based on the Van de Goor & Zijlstra (VGZ) equation with the assumption of constant discharge. This method is practical in planning but tends to be wasteful in implementation. Therefore, the aim of this paper is to develop an empirical model for determining KAIPL that is more water efficient by implementing intermittent irrigation. The model was developed from the application of inundation at certain periods and water levels for three different soil textures. The empirical model was developed from the VGZ equation by adding constants as factors for intermittent irrigation and soil texture (called the MVGZ model). Then compared with the results of measurements in the field during 2 growing seasons in DI Cihea, West Java. The results show that the constant values for the MVGZ model with heavy, medium and light soil textures are 0.79; 0.76 and 0.73. With this constant, accuracy is obtained with a coefficient of determination (R2) of 0.99. Field validation results show that the MVGZ model is close to the measurement results with water savings of 28-34% compared to the VGZ model. Therefore, the MVGZ model can be applied to determine KAIPL which is more water efficient.</p>Chusnul ArifMoh Yanuar J PurwantoSatyanto Krido SaptomoSutoyoArien HeryansyahHanhan A. Sofiyuddin
Copyright (c) 2024 Chusnul Arif
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.94Pengaruh Metode Pemasangan Pipa Distribusi Terhadap Aliran Hidraulika
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/86
<p>Jumlah debit kebutuhan air bersih yang harus dipenuhi di Kota Bandar Lampung mencapai 1.237,2 Liter/detik, namun tingkat pemenuhan kebutuhan debit air bersih yang ada hanya 525 Liter/detik. Jaringan perpipaan PDAM di Kota Bandar Lampung belum terbangun di semua wilayah kota Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aliran hidrolika pada pemasangan pipa menggunakan metode HDD dan metode konvensional. Penelitian dilakukan pada 3 lokasi pemasangan pipa. Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Data yang dianalisa berupa data aliran hidrolika yang dibantu dengan <em>software</em> EPANET 2.2. Hasil yang diperoleh adalah kecepatan aliran pada lokasi 1 dan 2 memiliki nilai 0,94 m/s di jam rata rata dan 1,41 m/s pada jam puncak, pada pemasangan di lokasi 3 memiliki nilai 0,99 m/s di jam rata rata dan 1,49 m/s di jam puncak. H<em>eadloss</em> di lokasi 1 memiliki nilai antara 0,00 m sampai dengan 0,4447 m, di lokasi 2 memiliki nilai antara 0,00 m sampai dengan 0,4673 m dan di lokasi 3 memiliki nilai antara 0,00 sampai dengan 0,7142 m. Tekanan pipa di lokasi 1 memiliki nilai antara 0,546 atm sampai 0,925 atm. Di lokasi 2 memiliki nilai antara 2,050 atm sampai 2,534 atm.dan di lokasi 3 memiliki nilai antara 2,108 atm sampai 2,619 atm.</p> <p>Kata Kunci: Air bersih, HDD, Kehilangan energi, <em>Open cut</em></p>Ofik Taufik PurwadiFajriharish Nur AwanHendra Satria NugrohoTumijo Tumijo
Copyright (c) 2024 Hendra Satria Nugroho, Ofik Taufik Purwadi, Fajriharish Nur Awan, Tumijo Tumijo
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.86Analisis Penerapan Reality Capture Berbasis Fotogrametri sebagai Alternatif Pemantauan Deformasi Bendungan
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/89
<p>Penerapan <em>Reality Capture </em>untuk pemantauan deformasi dapat dilakukan dengan menggunakan <em>laser scanner </em>atau fotogrametri. Kelebihan metode fotogrametri adalah jauh lebih murah dalam aspek biaya investasi alat dan lebih cepat dalam pengambilan data terutama jika menggunakan wahana udara. Tetapi dalam pemantauan deformasi tentu mempertimbangkan tingkat akurasi pengukuran. Seberapa akurat hasil pengukuran deformasi menggunakan fotogrametri akan menjadi salah satu aspek yang menentukan layak tidaknya fotogrametri sebagai alternatif pengganti <em>laser scanner </em>untuk pemantauan deformasi. Permasalahan tersebut akan dikupas dalam penelitian ini dengan cara menilai akurasi hasil pengukuran deformasi menggunakan metode fotogrametri menggunakan <em>Unmanned Aerial Vehicle</em> dibandingkan dengan pengukuran terestris yang dilakukan dengan menggunakan <em>Robotic Total Station</em>. Studi kasus penelitian ini adalah bendungan Randugunting di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pemantauan deformasi bendungan difokuskan pada sebelas patok geser di lereng sisi hilir bendungan. Pengukuran deformasi dari fotogrametri dilakukan pada posisi patok geser yang didapat dari penampang bendungan hasil rekonstruksi <em>point cloud</em>. Hasil pengujian akurasi dengan menggunakan <em>Root Mean Squared Error </em>menunjukkan bahwa pengukuran deformasi dengan metode fotogrametri akurasinya tinggi. Meskipun terdapat selisih nilai deformasi terhadap pengukuran terestris, tetapi secara umum terdapat kecenderungan laju deformasi yang serupa. Akurasi pengukuran fotogrametri dapat ditingkatkan salah satunya dengan <em>updating </em>nilai koordinat titik referensi yang digunakan setiap siklus pemantauan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa <em>Reality Capture </em>berbasis fotogrametri dapat diterapkan sebagai alternatif pemantauan deformasi bendungan.</p>Bhima DhanardonoDidit Puji RiyantoWahyu PrasetyoSuhardiWahyu Apriyoga
Copyright (c) 2024 Didit Puji Riyanto, Bhima Dhanardono, Wahyu Prasetyo, Suhardi, Wahyu Apriyoga
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.89Hubungan Luas Genangan dan Debit Banjir Rancangan pada DAS Way Kandis Lampung
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/32
<p>Mitigasi banjir menjadi perhatian pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah. Sebagai upaya untuk dapat memitigasi adalah kemampuan memperkirakan seberapa luas genangan banjir yang akan terjadi. Disadari bahwa luas genangan banjir dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi daerah aliran sungai dan tinggi hujan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara luas genangan banjir dan debit banjir sebagai akibat dari perubahan fungsi lahan (<em>land use</em>) suatu DAS dan tinggi hujan. Lokasi penelitian adalah DAS Way Kandis Lampung dengan pertimbangan pada DAS ini terjadi alih fungsi lahan (<em>land use</em>) hingga menimbulkan banjir setiap tahun. Penelitian ini dimulai dengan menganalisisis hidrograf banjir DAS Way Kandis menggunakan Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu dengan 2 <em>time series</em> hujan yaitu tahun 1996-2007 dan tahun 2004-2015, lalu diintegrasikan dengan beberapa <em>software</em> yaitu HEC-RAS Versi 5.0.7, ArcGIS Versi 10.3, dan Global Mapper Versi 20.0 untuk mendapatkan luas genangan. Tahap selanjutnya memvalidasi hasil simulasi banjir dengan kejadian banjir yang pernah terjadi dan membuat kurva hubungan debit banjir dengan luas genangan banjir hasil simulasi. Dari hasil penelitian diperoleh kurva hubungan antara luas banjir dengan debit banjir rancangan (Lvs Q) berupa persamaan polynomial orde 3 dan koefisien determinasi (R<sup>2</sup>). Untuk Time Series 1 persamaannya: Y = -1E<sup>-0</sup><sup>8</sup>X<sup>3</sup> + 3E<sup>-05</sup>X<sup>2</sup> - 0.018X + 27,98, R² = 0.9996 dan untuk Time Series 2 persamaannya : Y = -6E<sup>-09</sup>X<sup>3</sup> + 1E<sup>-05</sup>X<sup>2</sup> + 0.0122X + 24,778, R² = 0.9991. Persamaan kurva di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas genangan banjir sebagai akibat meningkatnya perubahan fungsi lahan dan tinggi hujan yang dapat digunakan dalam upaya mitigasi banjir.</p> <p> </p>AprizalTry Octaredy
Copyright (c) 2024 Aprizal Aprizal
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.32Studi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada Bendungan Bulango Ulu Kabupaten Bone Bolango
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/58
<p>Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit yang berbasis tenaga potensial dan kinetik air untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit listrik tenaga air memanfaatkan tenaga air sebagai sumber energi untuk menggerakan turbin kemudian menghasilkan energi listrik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi debit dan potensi daya dan energi yang dihasilkan pada lokasi studi. Lokasi penelitian berada di Bendungan Bulango Ulu pada Sungai Mongiilo. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa data curah hujan, data klimatologi, data DAS, data lengkung kapasitas, dan layout pembangkit listrik tenaga air. Metode yang digunakan dalam analisis hidrologi menggunakan metode Penman modifikasi untuk menentukan besarnya evapotranspirasi, dalam menentukan ketersediaan debit sungai menggunakan metode NRECA kemudian dilakukan perhitungan penentuan debit pembangkit PLTA, selanjutnya dilakukan simulasi energi tiap tahun. Debit pembangkit dengan keandalan 70% sebesar 2 x 8,22 m<sup>3</sup>/det menggunakan turbin tipe Francis dengan tinggi jatuh efektif 26,36 meter daya yang dihasilkan sebesar 3.939,73 kW dengan energi 25,93 GWh dalam satu tahun dengan efisiensi turbin dan generator masing-masing sebesar 0,97 dan 0,93.</p>Dinar Fauziah UtiarahmanBarry Yusuf LabdulAryati Alitu
Copyright (c) 2024 Dinar Fauziah Utiarahman
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.58Analisis Sebaran Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Bulango Ulu Kabupaten Bone Bolango
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/68
<p>The dam is one of the important water resource infrastructure buildings and provides benefits to the local community. In addition to the many benefits, dams can also pose great risks. In Permen PU No. 27 of 2015 concerning dams, the definition of dam failure is the partial or complete collapse of the dam or its complementary buildings and/or damage that results in the malfunctioning of the dam. Dam collapses can cause major flooding in the lower reaches of the dam. The devastating disaster does not only occur on the site around the building, but covers a large area downstream of the dam and can also cause huge losses that can threaten human life with material losses as well as human souls. Modeling of flood inundation due to dam collapse was carried out with HEC-RAS v6.0 with the help of ArcGIS v10.3 with the cause of the dam collapse being due to overtopping and piping with a case study of Bolango Ulu Dam located in Bone Bolango Regency. In the overtopping scenario, it was found that flood inundation in Gorontalo City reached 43% of the area of 7959 ha, with a maximum average flood depth of 3.81 m, a maximum average speed of 1.83 m / second and an average flood arrival time of 2.50 hours. In the piping scenario, it was found that flood inundation in Gorontalo City reached 42% of the area of 7959 ha, with a maximum average flood depth of 3.33 m, a maximum average speed of 1.51 m / second and an average flood arrival time of 2.66 hours.</p>Fatma Fatmawati Abdul RazakAryati AlituBarry Yusuf Labdul
Copyright (c) 2024 Fatma Fatmawati Abdul Razak
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.68Analisis Neraca Air Daerah Aliran Sungai Paguyaman
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/69
<p>Kerusakan sistem hidrologi DAS merupakan salah satu aspek kekritisan daerah aliran sungai, salah satu kerusakan sistem hidrologi DAS adalah terjadinya kekurangan air dimusim kering dan meluapnya air pada musim penghujan. DAS Paguyaman menjadi penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti PDAM, irigasi, industri, pemukiman dan kebutuhan lainnya, sehingga diperlukan metode analisis keseimbangan air (neraca air) yang sesuai dengan DAS Paguyaman, untuk itu penelitian ini bertujuan menganalisis neraca air di DAS Paguyaman.</p> <p>Metode analisis neraca air yang digunakan yaitu Metode Neraca Air Umum dimana jumlah kebutuhan air irigasi ditambah dengan jumlah kebutuhan air bersih (rumah tangga dan industri) dikurangi dengan ketersediaan air yang ada di DAS Paguyaman hingga tahun 2020.</p> <p>Berdasarkan hasil perhitungan analisis neraca air dengan probabilitas 80% menunjukkan adanya <em>defisit</em> air pada bulan September periode pertama sebesar 4,82 m<sup>3</sup>/det dan periode kedua sebesar 1,90 m<sup>3</sup>/det. Adapun analisis neraca air dengan probabilitas 90% menunjukkan adanya <em>defisit </em>air pula pada bulan September periode pertama sebesar 8,06 m<sup>3</sup>/det dan periode kedua sebesar 5,14 m<sup>3</sup>/det. Sedangkan <em>surplus</em> air terjadi pada bulan Oktober sampai seterusnya hingga bulan Agustus dengan <em>surplus </em>air maksimum terjadi pada bulan Mei periode pertama sebesar 69,99 m<sup>3</sup>/det untuk neraca air probabilitas 80% dan 50,22 m<sup>3</sup>/det untuk neraca air probabilitas 90%.</p>Yusri PolimengoBarry Yusus LabdulRawiyah Husnan
Copyright (c) 2024 Yusri Polimengo
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.69Analisis Debit Banjir dan Tinggi Muka Air Sungai Duwanga Kecamatan Dungaliyo Kabupaten Gorontalo
http://jtsda.hathi.id/index.php/jtsda/article/view/79
<p>Sungai Duwanga merupakan sungai yang berada di Kecamatan Dungaliyo, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2020 Sungai Duwanga meluap dan menyebabkan banjir hingga tanggul Sungai Duwanga jebol yang mengakibatkan rumah-rumah terutama rumah yang berada disekitar Sungai Duwanga terendam dan mengalami kerusakan. Maka dari itu diperlukan analisis debit banjir dan tinggi muka air dari Sungai Duwanga. Titik tinjau untuk penelitian ini terletak di Jembatan Duwanga. Data yang diaplikasikan berupa data primer dan sekunder yaitu data penampang sungai sebagai data primer, kemudian data curah hujan harian maksimum, data debit tahunan, luas DAS, peta topografi, dan data penutup lahan untuk data sekunder. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis hidrologi dengan mengunakan model HEC-HMS untuk mendapatkan besaran debit banjir rencana dan Model Hidrolika HEC-RAS untuk analisis tinggi muka air menggunakan program serta simulasi tinggi muka air banjir. Hasil analisis hidrologi yang didapat debit banjir yang dihitung dengan metode HSS SCS pada program HEC-HMS yaitu kala ulang 5 tahun sebesar 35,6 m<sup>3</sup>/detik, kala ulang 10 tahun sebesar 42,1 m<sup>3</sup>/detik, kala ulang 25 tahun sebesar 47,5 m<sup>3</sup>/detik, kala ulang 50 tahun sebesar 52,8 m<sup>3</sup>/detik, dan kala ulang 100 tahun sebesar 56,2 m<sup>3</sup>/detik. Hasil analisis hidrolika dengan memasukkan hasil data debit banjir dan data penampang sungai pada program HEC-RAS memperlihatkan pada sta 0+50 dan sta 0+100 kala ulang 5 tahun tidak terjadi luapan, sedangkan pada kala ulang 10 tahun luapan banjir terjadi hanya pada bantaran kanan sungai. Sungai Duwanga tidak mampu membendung debit banjir pada sta 0+150, sta 0+200, sta 0+250 untuk kala ulang 25 tahun, 50 tahun dan 100 tahun</p>Dwi Ramadan DwiRawiyah HusnanBarry Yusuf Labdul
Copyright (c) 2024 Dwi Ramadan Dwi
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2024-06-302024-06-3010.56860/jtsda.v4i1.79